Ada suatu pandangan yang menyatakan bahwa “ketekunan orang-orang kudus” adalah doktrin yang menimbulkan bahaya besar. Mengapa demikian? Karena doktrin ini dengan pengajarannya tentang kepastian hidup kekal sebagai jaminan keselamatan yang diperoleh melalui iman semata dapat membuat orang terlena dan terbuai oleh penekanan tentang unsur keterjaminan itu, sehingga bisa menimbulkan pengaruh negatif yaitu ada orang yang tidak lagi mementingkan perjuangan dan keseriusan untuk hidup kudus. Bukankah sekali selamat tetap selamat, dosa tidak dapat menggugurkan anugerah Allah? Jadi, bagaimanapun cara hidup dan kondisi kerohanian kita tidak lagi mempengaruhi status keselamatan yang sudah pasti tersebut. Benarkah pemahaman seperti ini?
Dua catatan penting berikut ini adalah tanggapan terhadap pemahaman demikian. Pertama, kalau ada orang yang hidup secara sembarangan dalam arti tidak memedulikan bagaimana cara ia hidup, misalnya dengan tetap berkanjang dalam dosa, tidak menghiraukan tuntutan ketaatan, tidak memperlihatkan kekudusan hidup sebagai orang percaya karena berpandangan bahwa keselamatan dalam Kristus begitu terjamin, maka satu hal yang sangat jelas adalah orang tersebut sudah menyalah-gunakan doktrin “ketekunan orang-orang kudus.” Ia memakai doktrin ini sebagai lisensi untuk kehidupan yang berdosa. Kita harus ingat bahwa penyalah-gunaan doktrin tidak berarti doktrinnya yang salah melainkan orangnya yang salah kaprah. Dan kemungkinan besar orang yang berperilaku demikian adalah karena tidak mengerti intisari pengajaran tentang “ketekunan orang-orang kudus.” Doktrin yang sesuai dengan pengajaran Alkitab ini sama sekali tidak pernah dimaksudkan untuk membenarkan perbuatan-perbuatan yang bersifat anti-nomian atau sikap hidup yang melawan hukum-hukum Allah. Sebaliknya, pengajaran “ketekunan orang-orang kudus” ini justru menuntut adanya ketaatan yang wajib ditunjukkan secara nyata dalam kehidupan orang percaya.
Rasul Petrus berkata “Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah” (1 Petrus 2:16). Ayat ini menuntun kita untuk berpikir dengan logika yang benar. Jika kita memang sudah betul-betul dimerdekakan dari status sebelumnya yaitu hamba dosa melalui karya penebusan Tuhan Yesus, maka kita harus menyatakan kemerdekaan tersebut bukan dengan hidup dalam dosa lagi melainkan harus hidup sebagai hamba Allah. Doktrin “ketekunan orang-orang kudus” mengarahkan kita untuk menjalani kehidupan dalam anugerah keselamatan selaku hamba Allah bukan hamba dosa.
Kedua, doktrin “ketekunan orang-orang kudus” adalah respon orang beriman yang telah sungguh-sungguh dilahir-barukan oleh Roh Kudus. Respon tersebut direalisasikan melalui kehidupan yang mempraktekkan disiplin rohani seperti berdoa, bersaat teduh, persekutuan, mengejar kekudusan hidup dengan tidak mengikuti keinginan daging, memerangi hal-hal berdosa dengan mematikan segala sesuatu yang bersifat duniawi dalam dirinya, dan juga menempatkan Kristus sebagai Tuhan atas segala aspek hidupnya. Inilah gambaran sebenarnya untuk perilaku hidup orang yang telah menerima anugerah pengampunan dosa dari Allah. Dengan kata lain, orang yang benar-benar sudah diselamatkan haruslah bisa menunjukkan keabsahan tentang realitas keselamatan yang dialaminya. Ia berkewajiban untuk membuktikan identitas dirinya sebagai pengikut Kristus sejati lewat ketekunan hidup kudus dan ketaatan pada kebenaran Allah.
Kalau tidak ada bukti demikian atau jika kehidupannya justru bertentangan dengan gambaran ini, bisa jadi kesimpulan yang tidak terelakkan adalah besar kemungkinan bahwa orang tersebut belum termasuk pribadi yang sudah mengalami anugerah keselamatan Allah. Terkait dengan hal ini, maka setiap orang yang mengaku percaya dan menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya perlu sungguh-sungguh menguji dirinya sendiri: apakah kelakuannya (conduct) sudah sesuai dengan pengakuannya (confession). Pada dasarnya, doktrin “ketekunan orang-orang kudus” bertujuan untuk memimpin orang Kristen supaya memiliki iman yang disertai dengan perbuatan (Yakobus 2:17 dan 26). Doktrin ini mendorong orang percaya untuk menghasilkan buah-buah kehidupan yang sesuai dengan pertobatannya (Matius 3:8). Iman dan perbuatan serta pertobatan dan buah-buahnya merupakan realitas rohani yang esensial untuk mengukuhkan bahwa seseorang telah benar-benar hidup dalam anugerah keselamatan Allah. Tatkala orang Kristen bisa menunjukkan iman yang melahirkan perbuatan dan juga pertobatan yang menghasilkan buah-buah perubahan hidup, maka kenyataan demikian menjadi bukti konkrit adanya keselarasan antara pengakuan dan kelakuan.
Akhir kata, kita perlu senantiasa mengingat kebenaran penting bahwa anugerah keselamatan Allah yang diberikan secara gratis atau cuma-cuma itu bukan anugerah yang murahan. Sebab itu, sebagai orang yang memang sudah mengalami anugerah pengampunan dosa dari Allah, mari kita membuktikan diri dengan berkomitmen untuk tidak menyia-nyiakan kasih karunia yang begitu mahal tersebut. Sebaliknya, biarlah kita berjuang keras dan berupaya serius untuk merealisasikan kehidupan dalam ketekunan sebagai orang-orang kudus. Kiranya Tuhan menolong dan memberkati kita.