Pemilihan Allah Berdasarkan Kemahatahuan-Nya: Benarkah? – 2

Dalam EBS online minggu yang lalu telah dijelaskan tentang pandangan arminian yang berpendapat bahwa pemilihan Allah sehubungan dengan keselamatan manusia berdosa adalah berlandaskan pada kemahatahuan Allah. Ini merupakan pemahaman yang tidak sejalan dengan apa yang diajarkan dalam Alkitab. Alasannya adalah pandangan arminian ini tidak melihat manusia berdosa sebagai pribadi yang berada dalam kondisi mengalami kerusakan atau kebobrokan total. Karena itu, manusia berdosa masih punya kemauan dan kemampuan untuk memilih Allah. Padahal Alkitab menyatakan bahwa semua orang berdosa telah mati dalam dosa dan pelanggarannya sehingga tidak berkemungkinan untuk meresponi Allah jika Allah tidak terlebih dulu berkarya dengan memilih dan melahir-barukannya (Efesus 2:1, Titus 3:5). Selain itu, pandangan yang melandaskan karya pemilihan Allah pada kemahatahuan-Nya justru memberi tempat yang begitu penting bagi kontribusi manusia dalam menentukan keselamatan dirinya. Dengan demikian, karya pemilihan Allah berada di bawah otoritas pemilihan manusia. Padahal Alkitab dengan jelas menegaskan bahwa untuk urusan keselamatan “itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah” (Roma 9:16).

Selain dua tanggapan yang sudah dibicarakan pada minggu lalu, ada dua catatan penting lagi yang perlu kita simak bersama sebagai respon terhadap konsep pemilihan ilahi yang berlandaskan pada kemahatahuan Allah ini, yaitu:

Ketiga, pemahaman kaum arminian tentang pemilihan Allah yang berdasarkan pada kemahatahuan-Nya ini menimbulkan konsekuensi bahwa keselamatan yang diberikan kepada manusia berdosa lebih bersifat sebagai upah ketimbang anugerah. Dari pemaparan yang sudah kita pelajari, nyata sekali bahwa dalam pandangan arminian ini, peranan manusia berdosa yang dapat memilih tawaran keselamatan dari Allah merupakan faktor yang sangat menentukan dalam karya pemilihan ilahi. Allah memilih dan menetapkan keselamatan orang berdosa semata-mata karena manusia telah lebih dulu memilih untuk menerima keselamatan dari Allah. Dengan kata lain, Allah memilih mereka yang telah memilih diri-Nya.

Di sini terlihat bahwa sumbangsih manusia berupa kemauan untuk diselamatkan merupakan unsur penentu terbesar dalam penetapan keselamatannya. Jika demikian adanya, maka manusia yang memilih Allah itu sudah memenuhi syarat untuk diselamatkan karena ia sudah mampu berkontribusi yaitu melalui tindakannya yang memilih secara tepat. Pada titik inilah, kita perlu bertanya dengan serius: apakah keselamatan itu masih merupakan anugerah sepenuhnya jika di dalam proses mendapatkannya ada andil manusia yang begitu penting? Bukankah dapat dikatakan bahwa sebenarnya manusia berdosa itu justru terlihat sebagai pribadi yang berhak dan layak untuk mendapatkan keselamatan karena ia sudah memenuhi syarat yaitu ia dapat memilih Allah. Sebab itu, keselamatan menjadi upah yang harus diberikan kepada mereka yang sudah memilih dengan benar.

Dalam pengajaran Alkitab, keselamatan itu adalah anugerah Allah sepenuhnya karena manusia berdosa sama sekali tidak layak menerimanya. Di samping itu, Alkitab juga menekankan bahwa tidak ada kontribusi apa pun yang bisa diberikan orang berdosa sehingga ia sepertinya berhak dalam mendapatkan keselamatan tersebut. Surat Roma 3:23-24 secara eksplisit mengatakan, “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.” Istilah “cuma-cuma” adalah kata kunci dalam konsep anugerah yang alkitabiah. Itu berarti, tidak ada sumbangsih dan andil manusia sama sekali, tidak ada persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dulu dalam memperoleh keselamatan. Prinsip teologis yang benar berkaitan dengan penerimaan keselamatan adalah anugerah Allah selalu meniadakan jasa manusia. Tidak ada tempat bagi kontribusi manusiawi sekecil apa pun dalam konsep anugerah yang merupakan pengungkapan kemurahan Allah yang hanya berdasarkan pada kerelaan kehendak dan kedaulatan rencana-Nya semata.

Keempat, konsep pemilihan berdasarkan kemahatahuan Allah ini akan membuka peluang bagi timbulnya kesombongan dalam diri manusia. Mengapa demikian? Karena segala sesuatu yang ada dalam kekuasaan penentuan manusia berdosa memang sangat berpotensi untuk membuatnya membanggakan diri. Dalam teologia arminian ini, manusia berkontribusi terhadap keselamatan dirinya yaitu melalui pemilihan yang dilakukannya secara tepat dan benar. Dengan kata lain, keselamatan itu pada dasarnya tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilihan manusia. Kita yang menentukan apakah kita mau menerima atau menolak tawaran keselamatan dari Allah.

Tidak demikian dengan konsep pemilihan keselamatan dalam teologia reformed. Dalam pengajaran reformed, karena pemilihan itu berdasarkan pada kedaulatan Allah yang mutlak dan tidak ada sumbangsih sama sekali dari pihak manusia, maka jelas tidak ada hal yang bisa dibanggakan oleh manusia berdosa ketika ia menerima keselamatan tersebut. Keselamatan benar-benar merupakan anugerah dan kebaikan Tuhan yang diberikan kepada orang berdosa yang tidak layak menerimanya. Pandangan ini sangat sesuai dengan tulisan rasul Paulus dalam Efesus 2:8-9 yang menyatakan demikian, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”

Kesimpulan dari pembahasan tentang pemilihan Allah ini adalah pemilihan Allah bersifat tidak bersyarat karena bukan berdasarkan kemahatahuan-Nya melainkan berlandaskan pada kedaulatan dan kerelaan kehendak-Nya yang absolut. Tidak ada andil manusia dalam penetapan keselamatan ini. Sebab itu, keselamatan adalah sepenuhnya anugerah Allah yang sangat perlu disyukuri oleh kita yang menerimanya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s