Iman Kristen adalah iman yang senantiasa mengagungkan anugerah Allah. Panggilan untuk bertekun bagi orang kudus yang berlaku terhadap setiap orang yang percaya kepada Kristus juga tidak pernah terlepas dari konteks anugerah Allah yang memampukan kita untuk menjalaninya. Allah yang memberikan keselamatan, Ia juga yang akan memelihara umat tebusan-Nya. Mereka akan bertekun, setia mengikut Tuhan sampai akhir hidupnya dan tidak akan meninggalkan anugerah Allah tersebut. Kuasa dan kesetiaan Allah yang dinyatakan dalam karya pemeliharaan-Nya adalah dasar yang menyebabkan orang percaya sejati tidak akan menjadi murtad atau meninggalkan imannya.
Dengan demikian nyata sekali bahwa doktrin ketekunan orang-orang kudus berkaitan erat dengan jaminan keselamatan dalam Kristus yang bersifat pasti dan kekal. Tuhan Yesus berkata dalam Yohanes 10:27-29 bahwa “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa”. Dari ayat-ayat ini kita mendapatkan “triple” jaminan keselamatan, yaitu (1) pasti tidak akan binasa, (2) tidak bersifat sementara melainkan kekal sampai selama-lamanya dan (3) tidak ada yang bisa merebut orang percaya dari tangan Bapa. Kepastian janji ini berlaku mutlak bagi orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Kristus. Dalam konteks Injil Yohanes, orang percaya itu adalah para domba yang selalu mendengarkan suara gembala agung yaitu Yesus Kristus (ay.27). Ketekunan orang-orang kudus adalah upaya serius orang beriman untuk menyatakan dan membuktikan bahwa mereka adalah domba-domba peliharaan-Nya yang otentik bukan yang palsu. Bukan serigala yang berbulu domba.
Pada umumnya kata murtad dimengerti sebagai orang yang kehilangan keselamatan karena imannya telah hilang lenyap tak berbekas. Definisi ini tidak berlaku dalam iman Kristen. Realitas ini tidak mungkin terjadi pada diri orang yang sudah mengalami peristiwa kelahiran baru yang sejati. Kehidupan kekal yang diperoleh sebagai anugerah Allah tidak pernah akan hilang. Keselamatan yang dijanjikan Tuhan Yesus dalam Injil Yohanes 10:27-29 benar-benar terjamin secara kekal. Kristus telah menjamin kebenaran janji-Nya dengan nyawa-Nya sendiri di atas salib.
Tidak bisa murtad jelas tidak sama dengan tidak bisa jatuh ke dalam dosa. Ketergelinciran ke dalam dosa adalah fakta yang riil. Namun kejatuhan ke dalam dosa bagi orang yang sudah beriman sejati selalu bersifat sementara. Orang percaya bisa saja seperti anak yang terhilang, terseret, tersesat dalam dosa seperti yang diceritakan di Lukas 15:11-24. Tetapi identitasnya sebagai anak tidak pernah hilang. Dan bukti bahwa statusnya tidak pernah hilang adalah pada satu titik waktu tertentu di tengah kondisi keterhilangannya, pastilah akan muncul kembali kesadaran dalam dirinya bahwa ia adalah anak dari sang Bapa. Kesadaran krusial ini menjadi dorongan yang kuat untuk ia kembali lagi ke hadirat Bapa. Jadi, kejatuhan sementara ke dalam dosa bagi orang yang sudah diselamatkan tidak sama dengan kemurtadan.
Jika tidak ada kemurtadan, lalu bagaimana menjelaskan fenomena di mana banyak orang Kristen yang pada awalnya terlihat begitu sungguh-sungguh imannya namun karena satu dan lain faktor yang terjadi dalam pergumulan hidupnya, ia meninggalkan gereja dan sampai akhir hayatnya tidak pernah kembali lagi kepada Tuhan?
Pertama, berkaitan dengan hal ini kita tetap memegang prinsip teologis sekali selamat tetap selamat sebagai kebenaran yang berlaku untuk orang yang betul-betul beriman sejati kepada Tuhan. Konsekuensi dari prinsip ini adalah jika seseorang memang sungguh-sungguh pernah mendapatkan anugerah hidup kekal, maka tidaklah mungkin anugerah itu hilang. Seandainya anugerah tersebut “hilang,” itu justru memperlihatkan kenyataan bahwa sejak awalnya ia memang tidak pernah memperoleh anugerah keselamatan Allah tersebut. Dengan kata lain, orang yang dikatakan mengalami “fenomena murtad” pada dasarnya adalah orang yang untuk sementara waktu terlihat secara eksternal menunjukkan karakteristik sebagai orang beriman, namun sesungguhnya ia belum ada di dalam Kristus. Oleh karena itu, ketika ia “meninggalkan” Kristus selamanya, tidak berarti ia kehilangan Kristus. Perbuatannya tersebut justru menjadi bukti yang menguatkan bahwa selama ini ia tidak pernah benar-benar beriman kepada-Nya. Orang yang belum pernah memiliki Kristus, bagaimana mungkin ia bisa kehilangan Kristus atau keselamatan?
Kedua, ungkapan kehilangan keselamatan adalah istilah yang bersifat kontradiktif. Tuhan tidak bermain-main dengan anugerah-Nya. Keselamatan yang bisa hilang, bukan anugerah namanya. Dan tidak layak disebut sebagai keselamatan. Dalam rancangan keselamatan yang ditetapkan Allah yang meliputi karya pemilihan, penebusan, kelahiran kembali, panggilan efektif dan pemuliaan orang percaya, kredibilitas natur dan nama Allah dipertaruhkan. Ketika Ia berfirman memberikan kepastian keselamatan, tidaklah mungkin kebenaran yang difirmankan-Nya tidak menjadi kenyataan. Sebab itu, kalau ada fenomena orang Kristen yang “kehilangan keselamatan,” sekali lagi itu hanya terjadi karena ia pada dasarnya memang adalah orang terhilang yang sejak mulanya tidak pernah mendapatkan anugerah keselamatan Allah, walaupun nampak begitu aktif terlibat dalam banyak kegiatan dan pelayanan gerejawi. Tentang orang yang meninggalkan Tuhan, kita perlu mengingat firman Tuhan dalam 1 Yohanes 2:19 yang berkata, “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”