Apakah “Anugerah Yang Tidak Dapat Ditolak” = Pemaksaan?

Pada saat kita mendengar ungkapan “anugerah yang tidak dapat ditolak,” apa sebenarnya yang terpikir oleh kita? Mungkin ada orang-orang tertentu yang ketika istilah “anugerah yang tidak dapat ditolak” disebutkan maka langsung timbul kesan dalam benaknya seperti ada unsur pemaksaan terhadap manusia. Seolah-olah ada semacam kuasa eksternal dan ilahi yang memaksa dan mendesak kita sehingga harus menerima hal yang ditawarkan walaupun itu tidak sesuai dengan kehendak kita. Benarkah demikian? Penjelasan lebih seksama diperlukan untuk menjawab masalah ini.

Pertama, harus diakui bahwa istilah “irresistible” atau “tidak dapat ditolak” kalau hanya dibaca secara sekilas pandang tanpa memahami maksud sesungguhnya, maka akan mudah menimbulkan kesan seperti itu. Namun tentu saja makna di balik kata “irresistible” tersebut sama sekali tidak mengandung pengertian tentang unsur pemaksaan. Untuk menghindari kesalah-pahaman demikian, banyak teolog reformed yang memakai istilah lain yang diperkirakan lebih tepat dalam menyampaikan pemahaman yang benar dari konsep doktrin ini. Berbagai istilah lain tersebut misalnya seperti: panggilan efektif, anugerah yang efektual, anugerah yang pasti manjur atau tidak pernal gagal dalam menggenapi tujuannya.

Kedua, kita harus mengerti cara kerja Allah dalam menangani akibat kerusakan atau keborokan total yang dialami manusia berdosa. Tindakan yang Allah lakukan adalah langsung tertuju ke inti atau sumber permasalahannya yang terletak pada pusat keberadaan manusia yaitu hatinya. Allah tidak mengutamakan aspek eksternal lebih dulu, misalnya mementingkan perubahan sikap dan berbagai perilaku kelihatan. Justru sebaliknya, Allah berkarya secara internal terlebih dulu yaitu mentransformasikan jati diri manusia yang berpusat pada hatinya. Melalui kehadiran dan kuasa Roh Kudus, Allah bertindak melahir-barukan manusia berdosa sehingga ia memiliki natur yang baru.  Firman Tuhan berkata “Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat” (Yehezkiel 36:26, bdk. 11:19). Inilah solusi utama yang Allah kerjakan untuk membereskan masalah kerusakan total manusia berdosa. Kelahiran baru harus terjadi, karena tanpa ini tidak ada orang yang dapat melihat kerajaan Allah (Yohanes 3:3).

Ketiga, apa yang terjadi ketika orang berdosa mengalami peristiwa kelahiran baru yang dikerjakan oleh Roh Kudus? Ia akan menjadi ciptaan baru (2 Korintus 5:17). Sebelum dilahirkan kembali, semua orang berdosa ada dalam kondisi dikuasai oleh kematian rohani (Roma 8:7-8, Efesus 2:1,5, Kolose 2:13). Pada saat terjadi peristiwa kelahiran baru, orang berdosa yang sudah mati rohaninya akan mengalami kehidupan rohani. Allah memberikan kepada kita natur yang baru, hati yang terarah kepada Allah dan kebenaran-Nya. Ini adalah perubahan yang radikal bukan artifisial. Orang berdosa yang sebelumnya berada di luar Kristus sekarang menjadi milik Kristus dan berada dalam persekutuan dan kesatuan dengan diri-Nya. Dengan adanya natur yang baru, prinsip hidup yang baru juga menjadi bagian dari orang yang sudah dilahirkan kembali. Motivasi dan hasrat serta keinginan hatinya ditentukan dan digerakkan oleh prinsip hidup dari kerohanian yang sudah dihidupkan kembali. Akibatnya, jelas akan terlihat perbedaan sikap dan perilaku antara sebelum dan sesudah kelahiran baru. Jika dulunya kita membenci Allah, sekarang dapat mengasihi-Nya. Bila sebelumnya kita tidak menyukai hal-hal rohani, kini hasrat dan kerinduan hati kita tertuju kepada perkara-perkara yang bernilai kekal. Kita akan menjadi orang yang menyukai disiplin rohani seperti berdoa, membaca firman Tuhan, bersekutu dengan saudara seiman, dan lain sebagainya.

Keempat, dengan natur baru yang diperoleh melalui peristiwa kelahiran kembali oleh kuasa Roh Kudus, maka segala tindakan, keputusan, dan perilaku yang mengalir dari pusat keberadaannya yang baru tersebut akan selalu merupakan perbuatan yang bebas, bukan muncul karena paksaan eksternal. Orang yang dilahir-barukan oleh Roh Kudus mempunyai pikiran, perasaan dan kehendak yang beroperasi dalam keselarasan dengan naturnya yang baru. Dengan memiliki pikiran yang sudah diterangi oleh Roh Kudus, perasaan yang merindukan hal-hal rohani dan kehendak yang ingin taat serta menyenangkan hati Allah, maka keadaan demikian akan dengan sendirinya menghasilkan kemauan, kerelaan, kesukaan, dan kesediaan untuk menyembah Allah. Orang percaya sejati tidak akan menjadi terpaksa atau merasa dipaksa melainkan akan bertindak sesuai dengan panggilan jiwanya untuk menikmati kehadiran Allah dalam penyembahan kepada-Nya. Tindakan Roh Kudus yang memberikan natur baru kepada manusia inilah yang menjadi alasan bahwa tidak ada unsur pemaksaan yang diberlakukan kepada manusia tatkala ia memilih untuk percaya dan menyerahkan hidupnya kepada Kristus.

Dengan demikian, kesan bahwa “anugerah yang tidak dapat ditolak” adalah sama dengan semacam pemaksaan rohani pada dasarnya jelas merupakan kesan yang lahir dari ketidak-mengertian tentang pengajaran Alkitab yang benar.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s