Apakah Doa Dapat Mengubah Kehendak Allah? Part 1

Dalam pelajaran EBS kali ini, kita akan membahas topik tentang hubungan doa dengan kehendak Allah. Biasanya pertanyaan tak terhindarkan yang pasti muncul berkaitan dengan topik ini adalah “Apakah doa dapat mengubah kehendak Allah?” Ada orang Kristen yang berpandangan kokoh bahwa jika doa tidak mungkin mengubah pemikiran maupun kehendak Allah, maka tidak ada gunanya berdoa dan penekanan Alkitab mengenai doa hanyalah palsu belaka. Doa menjadi tidak relevan dengan kehidupan kita kalau itu tidak berdampak terhadap diri Allah? Bagaimana menanggapi pendapat seperti ini?

Untuk meresponi pemikiran demikian, kita perlu mengerti dengan benar konsep tentang kehendak Allah. Secara teologis kehendak Allah dapat dibedakan menjadi dua yaitu kehendak yang bersifat dekretif dan kehendak yang bersifat preseptif. Yang dimaksud dengan kehendak dekretif adalah kehendak Allah sebagai ketetapan kekal-Nya. Ini menyangkut rancangan sempurna Allah yang pasti akan terjadi bertalian dengan karya penciptaan, pemeliharaan dan karya keselamatan. Misalnya kematian Kristus di atas salib, itu sudah menjadi kehendak dekretif Allah. Sedangkan kehendak preseptif ialah kehendak Allah berupa hukum moral (seperti 10 hukum dalam Keluaran pasal 20), lalu perintah dan segala tuntutan Allah dalam Akitab yang mengatur kehidupan manusia.

Perbedaan mendasar dari kedua aspek kehendak ini adalah kalau kehendak yang bersifat dekretif itu secara mutlak pasti tergenapi. Tidak ada yang bisa menghalangi perealisasian semua ketetapan Allah yang kekal tersebut. Yesaya 46:9-10 mencatat pernyataan Tuhan demikian, “Akulah Allah dan tidak ada yang lain, Akulah Allah dan tidak ada yang seperti Aku, yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan.” Tidak demikian dengan kehendak preseptif Allah. Banyak hukum-hukum ilahi yang dilanggar manusia. Banyak tuntutan-tuntutan Allah yang tidak ditaati oleh manusia. Itulah sebabnya ada dosa penyembahan berhala, dosa pembunuhan, dosa perzinahan dan lain sebagainya. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa kehendak preseptif Allah tidak selalu terwujudkan.

Apakah doa dapat mengubah kehendak Allah? Tidak ada doa manusia yang berkemungkinan bisa mengubah kehendak dekretif Allah yang merupakan ketetapan kekal dan keputusan absolut-Nya. Kita harus sadar tentang siapakah manusia di hadapan Allah. Manusia hanyalah ciptaan yang terbatas dan sudah tercemar dosa pula. Apakah doa dari manusia yang berkarakteristik demikian dapat lebih berhikmat dari Allah mahabijak yang sudah membuat ketetapan kekal? Mungkinkah isi doa manusia lebih superior dan komprehensif dari Allah yang mahatahu? Bisakah permohonan manusia bersifat lebih baik dibandingkan dengan keputusan absolut Allah? Beberapa pertanyaan retoris ini menguatkan kesimpulan bahwa kehendak dekretif Allah tersebut tidak bisa diubah oleh doa manusia.

Contoh paling jelas adalah doa Tuhan Yesus sendiri di taman Getsemani. Ini bisa dibaca dalam Injil Matius 26:36-44. Tiga Kali Kristus berdoa supaya sekiranya mungkin cawan penderitaan berupa kematian di atas salib tidak dialami-Nya. Tidak ada jawaban dari sorga untuk doa Yesus ini. Hanya keheningan yang terjadi. Itu berarti ketetapan Allah tentang salib memang harus digenapi melalui kematian Kristus. Dan itu tidak mungkin berubah sekalipun yang memohon adalah Anak Allah sendiri.

Contoh lainnya adalah pengalaman rasul Paulus tentang duri dalam dagingnya. Secara manusiawi, duri dalam daging ini pasti sangat menganggu dan membuatnya menderita. Berhadapan dengan realitas tidak menyenangkan demikian, Paulus juga sudah memohon tiga kali kepada Allah agar duri tersebut disingkirkan dari kehidupannya. Namun ia mendapatkan jawaban “Tidak” dari Tuhan. “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna,” demikian kata Tuhan kepada Paulus (2 Kor. 12:9). Semua ini menunjukkan bahwa Paulus harus menjalani kehendak dekretif Allah itu dalam kehidupan dan pelayanannya. Terkait dengan kehendak Allah yang bersifat dekretif ini, doa orang percaya jelas bukan untuk mengubahnya melainkan untuk berserah diri kepada Allah. Melalui doa kita bersandar pada kuasa Allah agar dimampukan untuk menaati apa yang dikehendaki Tuhan atas hidup kita. Jadi yang berubah itu bukan kehendak Tuhan. Tetapi lewat sarana doa justru diri kita ditransformasikan, sehingga kehendak kita bisa selaras dengan kehendak Allah. Semoga setiap kita dapat terus belajar dari teladan Kristus dan Paulus yang mau berjalan dalam ketaatan pada kedaulatan kehendak Allah.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s