Topik kita kali ini adalah tentang kemahatahuan Allah dalam hubungannya dengan keharusan berdoa. Berkaitan dengan tuntutan berdoa, mungkin dalam pikiran kita pernah timbul pertanyaan, “Kalau Allah itu mahatahu, lalu apalagi gunanya kita memanjatkan doa kepada-Nya?” Jika Allah mengetahui segala pikiran, keinginan, dan kebutuhan kita, serta Ia juga amat paham tentang kondisi kita jauh melebihi apa yang kita ketahui, bukankah sangat masuk akal bila Tuhan langsung memberikannya tanpa kita perlu repot-repot berdoa? Nampaknya kemahatahuan Allah membuat doa menjadi tidak relevan dalam kehidupan orang percaya. Benarkah demikian?
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan bertalian dengan pertanyaan demikian.
Pertama, ada kesalah -mengertian serius di mana doa dipahami hanya sebatas urusan meminta kepada Tuhan. Menurut pengajaran Alkitab, fokus utama berdoa sama sekali bukan cuma masalah meminta. Tujuan mendasar dari berdoa bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan lahiriah saja. Kita harus mengerti dengan jelas bahwa pada hakikatnya, berdoa adalah kesempatan sangat berharga di mana kita sebagai ciptaan dapat berkomunikasi secara akrab dengan Pencipta kita. Doa adalah sarana yang memungkinkan kita, orang yang telah diselamatkan oleh Tuhan, untuk berrelasi secara intim dengan Sang Penyelamat kita. Sangat perlu diingat bahwa doa adalah perjumpaan, percakapan, pergaulan dengan Allah yang hidup sehingga orientasi utama doa orang Kristen bukanlah pemenuhan kebutuhan belaka melainkan menikmati kehadiran Allah. Jika doa adalah suatu komunikasi, ini terkait dengan masalah membangun relasi rohani bersama dengan Allah. Suatu hubungan dengan Allah jelas lebih mementingkan soal mengenal Dia secara lebih mendalam ketimbang cuma sekedar urusan apa yang Ia dapat berikan kepada kita. Dengan demikian, kemahatahuan Allah tidak meniadakan kebutuhan kita untuk berdoa. Tetapi sebaliknya, justru karena Allah mahatahu, maka kita semakin butuh berkomunikasi dan berrelasi dengan diri-Nya. Supaya kita semakin bisa dikoreksi, ditegur, diingatkan oleh Allah yang mengenal dan mengetahui segala sesuatu tentang diri kita.
Kedua, logika berpikir dari konsep bahwa bila Allah mahatahu maka kita tidak perlu repot-repot berdoa, justru akan merusak atau bahkan menghancurkan keindahan relasi yang intim dalam hubungan personal dengan Allah. Mengapa demikian? Mari kita memperhatikan contoh hubungan antara orang tua dengan ketiga anaknya berikut ini. Kita semua paham, bahwa orang tua pasti mengetahui kebutuhan dasar anak-anaknya. Mereka tentu butuh makanan dan minuman, pakaian, pendidikan dan lain sebagainya. Karena sadar akan kebutuhan mereka semua, lalu orang tua menyediakan segalanya dengan lengkap tanpa mereka berkomunikasi memintanya kepada papa dan mamanya. Singkat cerita, dalam kehidupan keluarga ini semuanya berjalan secara mekanis, seperti kerja mesin. Tanpa komunikasi, segala kebutuhan anaknya sudah tersedia dengan sendirinya. Tanpa berinteraksi dengan kedua orang tuanya, ketiga anak tersebut dapat menikmati semua keperluannya tanpa kekurangan suatu apapun. Orang tua sibuk dengan kegiatannya sendiri-sendiri. Begitu pula, anak-anak juga menjalani hari-harinya menurut selera dan kesukaannya masing-masing. Menurut Anda, apakah ini definisi keluarga yang sesungguhnya? Bukankah keindahan dan kenikmatan dalam kehidupan berkeluarga justru terletak pada keakraban komunikasi yang terjadi di antara para anggota keluarga tersebut! Bukankah nilai terpenting bagi keluarga adalah interaksi mendalam dan terbuka yang berlangsung pada relasi orang tua dengan anak-anaknya! Saya yakin kita semua setuju bahwa tidak ada keluarga normal yang hidup tanpa berkomunikasi, tanpa berrelasi dan tanpa berinteraksi di dalamnya. Kebenaran yang sama juga berlaku dalam kehidupan kita sebagai anggota dari kerajaan Allah. Tuhan adalah Bapa kita. Dia adalah Allah yang hidup berrelasi dan berinteraksi di antara ketiga pribadi dalam ketritunggalan-Nya. Dan karena anugerah-Nya yang ajaib, Allah menyelamatkan kita untuk menjadi bagian dari keluarga dan kerajaan-Nya. Relasi kasih, komunikasi terbuka dan interaksi mendalam adalah nilai-nilai rohani yang mengatur kehidupan sesungguhnya dalam kerajaaan Allah. Karena itu, konsep Allah mahatahu sama sekali tidak pernah meniadakan kebutuhan untuk berdoa kepada Tuhan. Sebagai anak-anak Allah, orang percaya seharusnya bisa menikmati komunikasi dan relasi yang intim dengan Allah kita yang mahatahu melalui doa.